Monday, March 25, 2013

Opiniku: COPY-PASTE

Buku adalah jendela dunia. Pepatah itu yang sering hadir dan jelas tidak asing lagi bagi telinga kita sebagai masyarakat Indonesia. Namun, buku mulai kehilangan fungsinya lagi di mata para pemuda Indonesia.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kehidupan yang global semakin memudahkan transfer informasi dari sumber mana pun. Sumber online menjadi lebih populer karena mampu memberikan hasil secara langsung segala bentuk informasi yang dibutuhkan pengakses internet. Internet tidak hanya menjelma sebagai jendela, tetapi sudah menjadi gerbang bagi manusia untuk membaca dunia. Dikenallah dunia maya atau cyber space melalui berbagai jejaring sosial seperti yahoo messenger, friendster, blogspot, wordpress, twitter, hingga facebook. Tanpa disadari, minat baca konvensional masyarakat semakin berkurang dan eksistensi buku di perpustakaan mengalami degradasi bagi para pembacanya.
Seperti yang dikutip dari harian Kompas, 26 Maret 2011, Buku, sastra, dipercaya sebagai simbol tingkat peradaban bangsa. Namun, nasib Pusat Dokumentasi Sastra HB Jasin di kompleks Taman Ismail Marzuki sungguh mengenaskan.” Pusat-pusat dokumentasi yang dibangun oleh tokoh-tokoh penting di negeri ini ternyata bernasib sami mawon. Kenyataan ini membuat gemas sejumlah pecinta sastra yang menelurkan gerakan penggalangan simpati, termasuk melalui media sosial. Kenyataan itu juga membuat kita bertanya, masih adakah pesona keasyikan membaca di perpustakaan bagi anak-anak sekolah?
Pertanyaan dari kutipan berita tersebut menyiratkan bahwa minat baca konvensional dengan pergi ke perpustakaan sudah tidak lagi favorit bagi para pemuda Indonesia. Mereka lebih menyukai istilahnya copy-paste dibanding dengan membaca dan mencari di dalam buku-buku yang tebalnya hingga ratusan halaman. Kita lihat saja dalam hal pebuatan karya tulis ataupun skripsi bagi calon sarjana. Mereka dapat dengan mudahnya mendapatkan artikel yang menunjang karya mereka dengan cara mencari artikel yang berhubungan di google dan copy-paste. Cara tersebut sangatlah mudah dan praktis tanpa harus membuang-buang waktu mencarinya di perpustakaan dan membacanya satu persatu. Itulah salah satu alasan mengapa minat baca di Indonesia khusunya para pemudanya.
Ada banyak metode yang dapat dilakukan untuk menghidupkan kembali budaya membaca buku dan sastra. Saat ini, konsep free wifi zone dan mini cafe yang diterapkan perpustakaan di sekolah-sekolah sudah mulai populer. Selain memang atas dasar kebutuhan siswa, dekorasi ruang baca yang nyaman dilengkapi dengan free wifi zone dan mini cafe merupakan pesona tersendiri bagi perpustakaan, seperti kata pepatah, ”Ada gula, ada semut.”
Dalam berperilaku sehari-hari, Muk Kuang dalam bukunya Think and Act like a Winner berkata, ”First we form habits, then they form us. Conquer your bad habits, or they will eventually conquer you.” Peran penting sekolah tidak hanya pada pendidikan intelektual tapi juga karakter. Sekolah yang dalam hal ini memiliki tanggung jawab penuh dalam pengembangan kapasitas siswa, harus mampu mengetahui segala yang dibutuhkan peserta didik. Tidak hanya sekedar memfasilitasi, tetapi juga harus memperhatikan kondisi kekinian yang menjadi kebiasaan subyek yang menggunakannya agar dapat mempertahankan efektivitas dan eksistensi fasilitas yang ada.
Sekolah juga memberikan pelatihan dan bimbingan yang intensif kepada para siswa tentang bagaimana cara membangkitkan budaya membaca yang menyenangkan untuk karakter mereka yang masih dibilang “ababil”. Mereka juga ingin mendapatkan hal yang berhubungan dengan mereka dengan cara yang menyenangkan bukan dengan suguhan yang membuat mereka tertidur oleh karena bacaan-bacaan itu berat sehingga nilai-nilai kehidupan yang seharusnya mereka dapatkan malah hilang oleh karena anggapan mereka mengenai buku itu sama dengan membosankan.
Sekali lagi, ”Buku, sastra, dipercaya sebagai simbol tingkat peradaban bangsa.” Oleh karena itu, diharapkan para pelajar mulai mencintai buku maupun sastra agar dapat memahami tingkat perkembangan peradaban bangsanya sendiri.

No comments:

Post a Comment