Kumpulan
cerpen karya Trino Sumardjo ini ada sembilan buah cerpen. Semuanya memiliki
sudat pandang orang ketiga serba tahu (omniscient). Ejaan karyanya ini juga
menggunakan ejaan lama dan meggunakan bahasa yang indah. Cerita di dalam cerpennya
hampir berhubungan dengan masa perang baik pra maupun pasca.
1.
DAUN KERING
Cerpen ini mengisahkan seorang yang berada di wilayah yang suram. Wilayah itu merupakan wilayah
penyesatan, pelalaian dan penguburan, namanya adalah Bawah Sadar dan jalannya
bernama Bawah Alam. Orang itu mendengar nama-nama tersebut dari dua orang yang
bercakap-cakap mengenai wilayah itu.
Wilayah itu dulunya
makmur, namun wilayah itu tandus karena penduduknya tak berdaya. Penduduk
tersebut kehabisan tenaga oleh pergulatan berebut kekuasaan. Mereka semua
dibutakan oleh keserakahan sehingga negaranya kering tandus. Tetapi, ada juga
yang berjiwa besar tetapi tidak dihiraukan malahan disingkirkan oleh
orang-orang yang serakah itu.
Seorang yang
berada di wilayah itu tadi dengan tubuh yang lemas menuju ke batu karang. Ia
menemukan banyak sekali mayat-mayat yang hangus. Mayat-mayat itu adalah kaum
pejuang muda. Jasa mereka hanya ditandai dengan tugu-tugu peringatan. Sungguh
ironi, ditambah lagi yang tinggal di wilayah itu adalah kurcaci yang cerewet,
licik dan memiliki tabiat yang jahat. Kurcaci itu suka memakan habis semua yang
tumbuh di wilayah itu.
Setelah dari
batu karang orang itu ditinggal oleh dua orang yang bercakap-cakap yang
ternyata adalah kawanya sendiri. Tak sampai disitu, ia kini diserang oleh
kurcaci jahat itu dan dunia semakin gelap dan dingin baginya.
Tapi tidak,
ternyata dia bangun. Ternyata itu adalah kayalan di saat ada hujan dan angin
ribut disekitar rumahnya.
2.
TIGA HARI DI DUNIA
Cerpen ini mengisahkan tentang perjuangan seorang wanita untuk melahirkan
buah hatinya yang pertama. Tini yang merupakan nama wanita itu, menjalani tugas
seorang ibu yaitu mengandung. Untuk menjalani masa itu sangatlah berat apalagi
itu adalah pertama kalinya ia mengandung.
Suaminya mengira-ngira bahwa segala
tekanan yang ada pada Tini akan melahirkan anak yang kuat. Di saat tengah
malam, Tini mulai nyeri dan pucat sehingga suaminya mengantarkan dia ke klinik.
Sesampainya di sana, perawat klinik itu memeriksa kandungan Tini. Ia berkata
bahwa Tini sangat lemah juga kandungannya. Sebab lemahnya itu karena ia tak
mengkonsumsi vitamin sehingga kandungannya terlambat melahirkan satu bulan.
Akhirnya, ia menjalani proses operasi. Rasa berdebar kian menyelubungi hati suami
Tini. Ia mengalihkan dengan mempersiapkan nama untuk calon bayinya itu.
Semua perjalanan yang berat itu
akhirnya membuahkan hasil, lahirlah bayi perempuan yang cantik parasnya. Namun,
setelah tiga hari bayi itu meninggal oleh karena jantungnya lemah. Sang suami
sedih akan kenyataan itu. Ia berusaha pelan-pelan memberitahu Tini agar ia tak
kaget mendengar berita itu.
Mendengar berita itu Tini berjanji
tidak akan mau merasa tersiksa seperti itu lagi. Tapi takdir memanglah takdir
Tini dan suaminya hanya bisa mengucapkan selamat tinggal kepada buah hatinya
yang hanya berumur tiga hari itu.
3. TUAN
SJEK JANG MENGAGUMKAN
Cerpen ini mengisahkan tentang perjalanan
seseorang yang hebat. Orang hebat itu bernama tuan Sjek. Ia memeliki perawakan
yang tua, gagah dan bijaksana. Umurnya padahal 26 tahun tetapi ia sudah
mempunyai janggut panjang dan pengalaman yang sangat banyak.
Bersamaan pula di jaman itu merupakan jaman
yang penuh dengan pembedaan ras, suku dan agama. Orang-orang memiliki sifat
yang individual dan materialistis. Namun, kehadiran Tuan Sjek yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan banyak itu telah membuka mata orang-orang akan
nilai-nilai sebuah kehidupan yang beragam.
4. KABUT
DIKAKI LANGIT
Cerpen ini mengisahkan tentang anak muda yang
berjuang di kala perang. Bersama dengan pemuda-pemuda yang lain dan penduduk
negerinya, semuanya bekerjasama mempertahakan tanah mereka. Semula rumah-rumah
penduduk itu adalah tempat tinggal yang nyaman kini menjadi menjadi
markas-markas para gerilyawan.
Pak Rohadi yang merupakan pemimpin pasukan
pemuda-pemuda itu memberikan arahan dan perintah untuk bersiasat melawan para
penjajah itu. Ia juga memberikan nasehat kepada para pejuang agar semangat
untuk mempertahankan tanah air mereka.
Di belakang gunung Merbabu juga ada pasukan
pembela tanah air. Pasukan itu dipimpin oleh Pak Sasono. Pasukan ini paling
dekat dengan Belanda. Dengan posisi itu dari arah kejauhan helikopter Belanda
terlihat melewati wilayah status quo
mereka. Tepat di depan posisi persembunyian mereka merupak garis yang terlarang
bagi para penduduk dan penjajah sekalipun.
Asap bergumpal-gumpal memenuhi wilayah dekat
garis terlarang itu. Pasukan pribumi tak mampu melihat dengan mata telanjang
apa yang terjadi di sana. Salah satu dari pejuang muda itu berusaha melihatnya.
Ia mengira itu merupakan kabut dari embun pagi.
Lalu dilanjutnya tugas mereka untuk
memata-matai musuh. Namun, kabut itu lama kelamaan terlihat merah-jingga. Tubuh
pemuda itu terepelanting beserta yang lain. Lantas semuanya menjadi sunyi. Dua
hari kemudian surat–surat kabar memuat berita bahwa Belanda melanggar lagi
wilayah status quo.
5. HAWA
PANAS DALAM KERETA-API
Cerpen ini mengisahkan tentang keaadaan di
dalam kereta api Indonesia di masa seusai kemerdekaan. Di dalam kereta api ini
ada beratus-ratus orang yang masuk di dalamnya. Dahulu kereta api itu
membedakan kelasnya, tetapi kini di sana semua menjadi satu karena adanya masa
kemerdekaan. Sehingga dapat terlihat berbagai kalangan seperti prajurit,
pengusaha, bahkan ibu rumah tangga ada di situ. Hingga ada kejadian bahwa dua
prajurit di kereta api itu kehilangan karcis dan terjadi perdebatan dengan
petugasnya. Kedua prajurit itu menyuruh petugas untuk menarik karcisnya itu
kepada pemerintah karena sekarang mereka tak memiliki uang sepeserpun.
Kejadian itu terdengar dan disaksikan pula oleh
penumpang yang lain dan menyebab orang-orang membela kedua prajurit itu. Mereka
merasa sependapat dengan kedua prajurit yang pulang tanpa penghargaan dari
pemerintah bahkan tak memiliki sepeser uangpun.
6. DIA
AKAN BERKEMBANG
Cerpen ini mengisahkan tentang pohon dan
manusia yang berada didekat jendela. Pohon itu tumbuh dengan cepat beserta
rumput-rumput di taman. Meskipun berganti musim, pohon itu masih menikmati
kehidupannya di alam.
Suatu hari ia mendengar suara dua manusia
sendang bercakap-cakap dibalik jendela. Kedua manusia itu sedang membicarakan
dia. Tampaknya salah satu dari manusia itu ingin memindahkan dirinya bila tidak
berbuah banyak. Ia mulai sadar bahwa manusia lebih berkuasa atas hidupnya yang
dapat membuangnya bila dirasa tidak menguntungkan.
Semenjak itu terjadilah pertarungan seru di
bawah tanah. Si pohon tiap hari mulai memamerkan kesuburanya bila ia melihat
manusia di dekat jendela. Hampir usahanya itu behasil, tiba-tiba badai datang
dan separuh dari batanganya jatuh ke tanah.
Beberapa waktu kemudian luka pohon itu sembuh
dan tumbuh tunas baru. Tanpa diduga olehnya, serangan ulat datang menggerogoti
tunasnya itu. Untunglah ada mahkluk bernama burung yang membasmi musuhnya itu.
Di sisi lain, manusia itu juga memiliki
perputaran nasib yang sama dengan si Pohon. Manusia itu bersama sesamanya yang
lain mempertahankan dirinya dari serangan penjajah entah karena mereka
gerilyawan ataupun tentara.
Keesokan harinya ketika manusia itu membuka
jendelanya, ia melihat bahwa masih ada ulat yang tertinggal sehingga daun-daun
pohon itu nyaris habis. Manusia itu lalu membakar tubuh ulat-ulat itu bersamaan
dengan tubuh pohon itu. Lalu esok harinya manusia itu pergi.
Ketika suasana di negeri manusia itu aman, Ia
kembali dan pohon itu berkembang serta berbuah lebat, mengingatkan manusia itu
akan perjuangan melawan musuh dikehidupnya dahulu.
7. TOPENG
Cerpen ini mengisahakan ahli sungging yang tak
dikenal. Namanya adalah Pak Atmo. Ia hidup bersama isntrinya di sebuah dusun
yang sunyi yang bernama Sedayu. Dusun itu sangat sepi sesuai dengan kedaan Pak
Atmo. Dahulu mereka mempunya tiga anak, namun semuanya telah tiada akibat
perang. Akhirnya mereka pindah ke dusun Sedayu.
Meski hidupnya kecukupan bersama istri, Pak
Atmo merasa sangat sepi. Ia sudah kehilangan buah hati yang amat ia cintai.
Semua rasa itu dituangkanya dalam media yaitu topeng. Ia membentuk wajah
anaknya lewat pahatan topengnya. Hingga akhirnya ia meninggal setelah membuat
topeng anaknya yang terakhir oleh karena usianya telah lanjut. Istrinya lalu mengikutinya dan mereka saling bertemu
dengan ketiga anaknya di surga.
8. LAHIRNYA
LESTARI
Cerpen ini mengisahkan kembali tokoh Tini yang
sebelumya ada pada cerpen “Tiga Hari Dunia”. Kini Tini mengandung kembali.
Sudah dua tahun ia bersama suaminya dirundung kekecewaan akibat kegagalan
melahirkan buah hatinya. Namun, kini Tini telah sehat dan besar badannya tak seperti dahulu.
Sebelum menjelang sembilan bulan, ia
menginginkan ibunya untuk menemaninya. Bersama ibunya, Tini sangat gembira
karena dirawat dengan sangat penuh kasih sayang. Ia diberi jamu, perawatan
sampai nasehat-nasehat untuk sukses menjalani proses melahirkan.
Akhirnya, meski ada kesulitan di hari kelahiran
calon bayi, ia berhasil melahirkan bayinya ke dunia berkat berbagai usahanya
terutama ibu dan suaminya. Bayi yang keluar dari rahim Tini itu bersama
suaminya diberi nama Lestari.
9. KENJANG
ANGIN
Cerpen ini mengisahkan seseorang
yang telah lama sakit di rumah sakit. Nama orang itu adalah Pak Kiman. Ia
menderita penyakit yang berat. Limpa dan hati Pak Kiman sudah sangat besar,
penyakit anemia-nya semakin menjadi,
dan terkena batu ginjal. Nasib pak Kiman tak berkesudahan, ia ditinggal oleh
istrinya menikah oleh karena tak tahan membayar obatnya. Ia hidup sebatang kara
dengan penyakitnya yang kian hari kian menjadi.
Suatu hari ada seorang pengunjung
mengajak bicara dan menanyai riwayat hidupnya yang menyedihkan. Pada tema
pembicaraannya menuju kearah saudara, Pak Kiman ingat hanya ada satu saudaranya
di Padang yang mau membantu soal keuanganya, namun selama 40 tahun hidup ia
tidak mampu membaca dan menulis. Akhirnya, pengunjung itu membantu menuliskan
surat kepada saudara satu-satunya Pak Kiman itu. Kiriman uang telah diberi, namun
uang itu tak cukup untuk membayar semua hutang obat.
Waktu terus berjalan, perut Pak
Kiman terasa lapar karena makanan yang masuk ke dalam perutnya hanya sedikit
dan seringkali dipenuhi angin di perutnya yang sakit sekaligus lapar itu.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada pengunjung itu, Pak Kiman menghembuskan
nafas terakhirnya.