Thursday, February 14, 2013

Refleksi:SATU TUHAN (inspirasi dari film ''Tanda Tanya"

   (sebuah refleksi diri)

Perbedaan akar dari segala permasalahan? Banyak ajaran dari berbagai ilmu yang membahas tentang perbedaan suku, budaya, ras bahkan agama. Diantara pembahasan mengenai perbedaan, ada yang berpendapat bahwa perbedaan itu indah. Lihat saja symbol negara kita Indonesia yaitu Garuda yang memegang tulisan “Bhineka Tunggal Ika”. Betapa bermaknanya arti perbedaan. Tetapi, mengapa perbedaan masih tetap menjadi biang dari permasalahan? Untuk itu mari kita simak film “Tanda Tanya” berikut.
Hanung, sebagai sutradara film “ Tanda Tanya” ingin sekali membuka kenyataan yang terjadi dalam negeri kita tercinta, Indonesia. Kenyataan tersebut tak lain adalah perbedaan agama. Di dalam film ini diawali dengan adanya penusukan seorang pastor. Adegan tersebut sejenak mengingatkan kita tentang adanya teror-teror  yang terjadi di gereja-gereja. Kita tahu bahwa di negara kita Indonesia ini umat Kristiani merupakan kaum minoritas. Karena itu, ada kelompok tertentu yang sangat ingin memusnahkannya demi kepuasan kelompok mereka. Hal tersebut kita kenal dengan nama terorisme.
Teroris sebenarnya bukan berasal dari orang yang beragama mayoritas. Para teroris itu sendiri terkumpul dengan cara seperti hipnotis, pencucian otak, pemaksaan, dan lain sebagainya demi tujuan politik. Mereka menciptakan kekerasan agar dapat membasmi orang-orang yang dianggapnya berpengaruh sehingga mereka dapat mencapai tujuannya dengan mudah. Aksi-aksi mereka membuat masyarakat terkecoh. Masyarakat diadu-domba. Sehingga muncullah rasa fanatisme kelompok yang merupakan awal dari perbedaan yang mematikan.
Kembali lagi kita memasuki film “Tanda Tanya”. Perbedaan yang disebut indah itu mulai dimunculkan Hanung lewat tokoh Menuk yang merupakan muslimah bekerja  di restoran Cina. Ia tidak peduli terhadap orang yang mencibirnya. Intinnya Menuk bekerja dengan halal tanpa mengurangi gambaran seorang muslim dan menghargai perbedaannya.
Perdebatan mulai muncul dengan adanya seorang wanita muslim yang berpindah agama ke Katolik. Adegan ini mulai memunculkan kontoversi. Wanita ini mengubah keyakinannya oleh karena hatinya terluka akibat suaminya ingin menduakannya alias poligami. Di sini kita coba masuk ke dalam situasi wanita tesebut. Wanita tersebut mungkin tidak sepedapat dengan adanya praktik poligami. Baginya, poligami membuat wanita tersebut tersakiti. Mungkin dengan cara berpindah keyakinan itulah cara untuk menyembuhkan luka yang sakit itu. Pergulatan batin wanita tersebut jika dalam kehidupan yang nyata pasti perlu waktu yang tidak singkat. Orang akan berpendapat buruk jika befikir pendek, maka sebaliknya jika orang berpendapat baik jika dapat befikir luas mengenai wanita tersebut.
Manusia itu adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Kalimat-kalimat tersebut sudah mendarah-daging sehingga tidak dielakkan lagi bahwa manusia itu harus saling mengisi dalam proses dikehidupan ini. Pernyataan iu semua sangat serasi pada adegan dalam film Hanung. Adegan tersebut ada pada bagian di mana sahabat wanita yang berpindah keyakinan membutuhkan pekerjaan. Sebelumnya ia sangat tidak setuju dengan wanita itu sebab perpidahannya. Namun, seiring berjalannya waktu dan kesadaran mulai menghatui semua pandangan buruknya mulai sirna karena ia menyadari bahwa langkah yang diambil oleh wanita itu—sahabatnya--- sangat besar dibandingkan dia yang sudah  sekian lama hanya bekerja sebagai figuran dan diusir dari kontrakanya. Hal ini menjadi nilai tambah bagi Hanung oleh karena dapat menciptakan konflik yang sedemikian indah layaknya kehidupan nyata. Di sini terkadang kita selalu mengukuhkan pandangan kita yang sebenarnya tidak tahu bermanfaat atau tidak, baik atau tidak, dan sebagainya. Kita hanya menyombongkan diri sebagai orang yang memiliki pendapat yang paling bagus. Padahal, di dalam kehidupan ini kita sebagai manusia selaknya mampu terbuka terhadap sesama kita yang berbeda dan tentu saja kita tidak akan hidup lama dengan mengurung diri dan pura-pura tidak membutuhkan sesama kita.
Alur dalam film ini sudah dapat dirasakan. Kita simak dalam adegan Hendra yang merupakan anak dari pemilik restoran Cina. Ia merupakan gambaran anak muda masa kini yang sibuk dengan dunianya sendiri. Ia berjiwa labil apalagi mantan kekasihnya yaitu Menuk bekerja di restorannya. Sebenarnya Hendra bersikap cuek dikarenakan ia patah hati tidak bias bersama lagi oleh karena Menuk berbeda keyakinan dan etnis. Di sini kita diguncangkan lagi mengenai kenyataan bahwa di Indonesia ini masih belum meyakini indahnya perbedaan.
Tiba saatnya klimaks. Ketika malam natal, suami Menuk—Soleh--- yang bekerja sebagai Banser terpaksa bertugas di gereja. Sebelum ia bertugas, Soleh sempat cekcok dengan Menuk oleh karena restoran Cina tempat Menuk bekerja tidak libur padahal bulan itu adalah bulan ramadhan. Soleh bersama semua orang  masjid berbondong-bondong memporak-porandakan restoran Cina itu. Alhasil ayah Hendra meninggal itu juga karena Hendra tidak mendengarkan sang ayah untuk meliburkan karyawan-karyawannya. Semua kejadian itu amat cepat sehingga Soleh ingin sekali meminta maaf kepada istrinya.
Acara malam natalpun berjalan dengan kusyuk. Soleh penasaran dengan apa yang ada dalam gereja. Ia masuk dan melihat drama kelahiran Yesus. Di sini terlihat jelas bahwa Hanung ingin menggambarkan bahwa sebenarnya Soleh yang kaku itu masih memilki hati.
Setelah melihat di dalam gereja ternyata tedapat kotak yang mencurigakan. Sudah dapat ditebak bahwa itu adalah bom. Soleh sontak teringat semua kesalahanya terhadap istrinya, cita-citanya dan keluarganya. Semua terangkum jadi satu dan bom tersebut dibawa keluar dan boom… Hidup Soleh berakhir.
Semua ini belum berakhir, Hanung memberikan tujuannya lewat kata-kata yang tersirat “Manusia berakhir dengan jalannya sendiri yaitu satu TUHAN”. Ini berarti segala perjalanan kehidupan manusia akan menentukannya sendiri dengan keuinikannya dan dalam prosesnya manusia bersama sesamanya menuju satu yaitu TUHAN. Berbeda itu indah. Apakah benar? Itu terserah anda.

No comments:

Post a Comment